Anakpondok.com - Lemah Lembut, Tanpa Harus Mencela Anak
“Jangan letakkan barang sembarangan!!”
“Jangan tinggalkan kamar dalam keadaan kotor!!”
“Anak nakal… sudah ibu katakan jangan pergi ke tempat itu!!”
“Pemalas… masa gini aja nggak bisa!!”
Mungkin itulah kata-kata yang sering kita lontarkan kepada anak-anak kita, saat kita melihat ada sesuatu yang tidak sesuai pada mereka, sadar atau tidak sadar kita mengucapkan kata-kata tersebut. Tapi siapa sangka bahwa semua yang dialami anak baik hal yang baik maupun yang buruk terutama interaksi anak dengan orang tuanya terekam kuat di alam bawah sadarnya.
Kita tidak meragukan, pada dasarnya kalimat omelan, teguran keras dan jelek yang keluar dari lisan kita kepada anak, tidak dimaksudkan kecuali untuk memperbaiki dan mengingatkan kesalahan anak, baik kesalahan yang besar maupun yang kecil. Akan tetapi, metode (cara) yang diambil untuk menghadapi perilaku penyimpangan pada anak ini tidak bijak jika di barengi emosi atau kekerasan yang mana hal itu bisa meninggalkan pengaruh negatif pada kejiwaan, perilaku dan kepribadian anak, yang kemudian akan membentuk karakter manusia yang hanya mengenal celaan, cercaan dan menjadi minder.
Bila langkah itu tidak benar, lantas apa sebenarnya metode yang ditawarkan Islam ketika mengingatkan anak yang melakukan kesalahan?
Cara yang benar adalah dengan mengingatkan kesalahan yang dilakukan secara halus dan lembut, mengarahkanya dengan bijak bahwa sesuatu yang dilakukan tersebut tidaklah layak dilakukan oleh seseorang yang dikaruniai akal, pemahaman dan pemikiran yang matang. Selain itu juga beri penjelasan dalam kasih sayang dengan perhatian penuh dan kata-kata manis. Jika ia memahami dan menerima berarti kita telah mendapatkan yang kita inginkan di dalam meluruskan kesalahan dan penyimpangannya.
Cara yang luhur dan lembut dalam mendidik anak seperti inilah yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagaimana Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas radhiallahuanhu bahwa ia berkata, “Aku menjadi pelayan Nabi selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah mencelaku, sekalipun aku berlambat-lambat dalam melaksanakan perintahnya. Jika ada salah seorang dari keluarga beliau yang mencelaku, maka beliau justu berkata, “Sudah, biarkanlah ia! Andaikan memang ditakdirkan terjadi maka terjadi.”
Selain itu terdapat wasiat Nabi terkait sikap lemah lembut. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menyukai kelemahlembutan di dalam segala urusan.”
Syamsuddin Al-Inba’i dalam risalahnya “Riyadhah as-Shibyan wa Ta’limihim wa Ta’dibihim” mengatakan, “Jangan sampai orang tua banyak mencela anaknya setiap waktu, karena hal itu justru akan semakin menjadikan anak itu menganggap remeh celaan dan akan mudah melakukan keburukan-keburukan.”
Selain kita berusaha sebisa mungkin menghindari celaan dan teguran keras kepada anak, sebaiknya kita juga memberikan kepada mereka kata-kata sanjungan dan pujian yang akan menghasilkan dan menumbuhkan motivasi anak dan menjadikannya semakin aktif.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri sebagai manusia yang mengerti betul tentang kejiwaan manusia telah mengingatkan akan manfaat pujian yang memberikan dampak positif terhadap jiwa anak, di mana jiwanya akan tergerak untuk menyambut panggilan dan melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia berkata, “Pernah ada seseorang yang hidup di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang jika ia bermimpi, maka ia menceritakannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka aku pun berharap kiranya aku bermimpi lalu aku ceritakan mimpiku kepada beliau. Ketika masih muda, aku pernah tidur di dalam masjid pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Aku bermimpi seakan ada dua orang malaikat yang membawaku pergi ke neraka. Tiba-tiba ia terlipat seperti lipatan sumur, dan ternyata ia punya dua tanduk dan tiba-tiba lagi ada orang-orang yang telah aku kenal. Akupun berdoa, “Aku berlindung kepada Allah dari api neraka.” Lalu aku ditemui oleh malaikat lain dan berkata kepadaku…” Mimpiku ini kemudian aku ceritakan kepada Hafshah, dan ia menceritakannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau kemudian bersabda, “Sebaik-baik orang adalah Abdullah, seandainya ia mengerjakan shalat malam.” Sesudah itu Ibnu Umar hanya sedikit sekali tidur malamnya.
Demikianlah pengaruh pujian dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sebaik-baik orang adalah Abdullah.” Beliau mengingatkannya kepada sesuatu yang ia lengah darinya dengan gaya yang unik yang menyentuh hati, “Andaikan ia mau mengerjakan shalat malam.”
Demikianlah bahwa pujian dan sanjungan di waktu dan tempat yang tepat, serta dilakukan secara wajar tanpa berlebihan akan mendatangkan buah yang bisa dipetik sepanjang waktu.
Selamat berjuang wahai para orang tua dalam membentuk generasi Rabbani… Kita selalu berusaha untuk mengikuti apa yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam contohkan dalam mendidik anak tanpa harus dengan celaan tapi dengan kelemahlembutan. Dan sebisa mungkin kata “tidak dan jangan” yang kita lontarkan tidak menambah beban pikiran anak tapi justru membuat mereka berpikir positif dan aktif.
“Jangan tinggalkan kamar dalam keadaan kotor!!”
“Anak nakal… sudah ibu katakan jangan pergi ke tempat itu!!”
“Pemalas… masa gini aja nggak bisa!!”
Mungkin itulah kata-kata yang sering kita lontarkan kepada anak-anak kita, saat kita melihat ada sesuatu yang tidak sesuai pada mereka, sadar atau tidak sadar kita mengucapkan kata-kata tersebut. Tapi siapa sangka bahwa semua yang dialami anak baik hal yang baik maupun yang buruk terutama interaksi anak dengan orang tuanya terekam kuat di alam bawah sadarnya.
Kita tidak meragukan, pada dasarnya kalimat omelan, teguran keras dan jelek yang keluar dari lisan kita kepada anak, tidak dimaksudkan kecuali untuk memperbaiki dan mengingatkan kesalahan anak, baik kesalahan yang besar maupun yang kecil. Akan tetapi, metode (cara) yang diambil untuk menghadapi perilaku penyimpangan pada anak ini tidak bijak jika di barengi emosi atau kekerasan yang mana hal itu bisa meninggalkan pengaruh negatif pada kejiwaan, perilaku dan kepribadian anak, yang kemudian akan membentuk karakter manusia yang hanya mengenal celaan, cercaan dan menjadi minder.
Bila langkah itu tidak benar, lantas apa sebenarnya metode yang ditawarkan Islam ketika mengingatkan anak yang melakukan kesalahan?
Cara yang benar adalah dengan mengingatkan kesalahan yang dilakukan secara halus dan lembut, mengarahkanya dengan bijak bahwa sesuatu yang dilakukan tersebut tidaklah layak dilakukan oleh seseorang yang dikaruniai akal, pemahaman dan pemikiran yang matang. Selain itu juga beri penjelasan dalam kasih sayang dengan perhatian penuh dan kata-kata manis. Jika ia memahami dan menerima berarti kita telah mendapatkan yang kita inginkan di dalam meluruskan kesalahan dan penyimpangannya.
Cara yang luhur dan lembut dalam mendidik anak seperti inilah yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagaimana Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas radhiallahuanhu bahwa ia berkata, “Aku menjadi pelayan Nabi selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah mencelaku, sekalipun aku berlambat-lambat dalam melaksanakan perintahnya. Jika ada salah seorang dari keluarga beliau yang mencelaku, maka beliau justu berkata, “Sudah, biarkanlah ia! Andaikan memang ditakdirkan terjadi maka terjadi.”
Selain itu terdapat wasiat Nabi terkait sikap lemah lembut. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menyukai kelemahlembutan di dalam segala urusan.”
Syamsuddin Al-Inba’i dalam risalahnya “Riyadhah as-Shibyan wa Ta’limihim wa Ta’dibihim” mengatakan, “Jangan sampai orang tua banyak mencela anaknya setiap waktu, karena hal itu justru akan semakin menjadikan anak itu menganggap remeh celaan dan akan mudah melakukan keburukan-keburukan.”
Selain kita berusaha sebisa mungkin menghindari celaan dan teguran keras kepada anak, sebaiknya kita juga memberikan kepada mereka kata-kata sanjungan dan pujian yang akan menghasilkan dan menumbuhkan motivasi anak dan menjadikannya semakin aktif.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri sebagai manusia yang mengerti betul tentang kejiwaan manusia telah mengingatkan akan manfaat pujian yang memberikan dampak positif terhadap jiwa anak, di mana jiwanya akan tergerak untuk menyambut panggilan dan melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia berkata, “Pernah ada seseorang yang hidup di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang jika ia bermimpi, maka ia menceritakannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka aku pun berharap kiranya aku bermimpi lalu aku ceritakan mimpiku kepada beliau. Ketika masih muda, aku pernah tidur di dalam masjid pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Aku bermimpi seakan ada dua orang malaikat yang membawaku pergi ke neraka. Tiba-tiba ia terlipat seperti lipatan sumur, dan ternyata ia punya dua tanduk dan tiba-tiba lagi ada orang-orang yang telah aku kenal. Akupun berdoa, “Aku berlindung kepada Allah dari api neraka.” Lalu aku ditemui oleh malaikat lain dan berkata kepadaku…” Mimpiku ini kemudian aku ceritakan kepada Hafshah, dan ia menceritakannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau kemudian bersabda, “Sebaik-baik orang adalah Abdullah, seandainya ia mengerjakan shalat malam.” Sesudah itu Ibnu Umar hanya sedikit sekali tidur malamnya.
Demikianlah pengaruh pujian dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sebaik-baik orang adalah Abdullah.” Beliau mengingatkannya kepada sesuatu yang ia lengah darinya dengan gaya yang unik yang menyentuh hati, “Andaikan ia mau mengerjakan shalat malam.”
Demikianlah bahwa pujian dan sanjungan di waktu dan tempat yang tepat, serta dilakukan secara wajar tanpa berlebihan akan mendatangkan buah yang bisa dipetik sepanjang waktu.
Selamat berjuang wahai para orang tua dalam membentuk generasi Rabbani… Kita selalu berusaha untuk mengikuti apa yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam contohkan dalam mendidik anak tanpa harus dengan celaan tapi dengan kelemahlembutan. Dan sebisa mungkin kata “tidak dan jangan” yang kita lontarkan tidak menambah beban pikiran anak tapi justru membuat mereka berpikir positif dan aktif.
Sumber: Ma'had Hidayaturrahman Putri
Komentar
Posting Komentar