Anakpondok.com - JANGAN LUPA BERDO’A
Tiada sesuatu pun yang kau lihat menyisakan keceriaan.
Tinggal Allah saja yang mengaruniakan harta dan anak.
Aku telah menikah lebih dari tujuh tahun. Alhamdulillah, semua yang kuinginkan dapat kupenuhi. Aku sudah mapan dalam pekerjaan dan rumah tanggaku. Aku tidak mengeluhkan sesuatu pun kecuali perasaan bosan karena aku dan isteriku belum dikaruniai anak. Perasaan bosan itu mulai meliputi diri kami.
Aku telah banyak periksa ke dokter-dokter. Aku telah berusaha dengan penuh kesungguhan, bahkan aku sudah sering pergi ke berbagai tempat di dalam negeri maupun di luar negeri. Setiap kali aku mendengar tentang dokter yang ahli dalam bidang kesuburan, aku selalu datang untuk berkonsultasi.
Berbagai cara telah banyak yang kami lakukan, dan berbagai obat pun telah banyak yang kami konsumsi. Tapi, tidak ada manfaatnya.
Kebanyakan obrolanku bersama isteriku berkisar tentang dokter Fulan, apa yang ia katakan dan apa yang kami harapkan. Pengharapan itu berlangsung selama setahun atau dua tahun. Tahap-tahap pengobatannya sangat lama.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa faktor kemandulan itu ada pada diriku. Dan sebagian yang lain mengatakan bahwa yang mandul adalah isteriku ……
Dalam keadaan bagaimanapun, hari-hari kami berlalu dengan agenda mencari dan mencari jalan keluar dari masalah ini.
Sehingga kecemasan mengenai anak menguasai perasaan kami. Meskipun aku berusaha untuk menghilangkan perasaan tersebut dari isteriku, namun bagaimanapun ia pasti merasakannya.
Banyak sekali pertanyaan.
Ada yang bertanya kepadanya, “Apa yang dia tunggu?” Seolah-olah perkara ini ada di tangannya.
Ada yang memberi saran untuk periksa ke dokter Fulan. Si Fulanah telah periksa kepadanya dan berhasil mendapatkan anak. Demikian juga si Fulanah.
Demikianlah, lingkungan di sekitar isteriku memiliki andil yang besar dari pertanyaan-pertanyaan itu.
Tidak ada seorang pun yang berkata kepada kami, kenapa kami tidak menghadap kepada Allah dan berdo’a kepada-Nya dengan do’a yang benar?
Tujuh tahun telah berlalu. Sementara kami menjulurkan lidah kami di belakang para dokter dan meninggalkan berdo’a.
Kami telah meninggalkan bermunajat kepada Allah.
Pada suatu sore ….
Aku menyebarangi jalan raya. Kulihat seorang buta yang hendak menyebrangi jalan. Kutuntun tangannya. Kami telah menyebrang di lajur pertama dari jalan tersebut. Kami berhenti di tengah-tengah jalan.
Kami menunggu kendaraan yang berlalu dari arah lain.
Dia mendapat kesempatan untuk bertanya kepadaku setelah mendo’akanku dengan taufik dan kesehatan,
“Apakah kamu sudah menikah?”
Aku menjawab, “Sudah.”
Kemudian ia bertanya, “Apakah kamu sudah memiliki anak?”
Aku menjawab, “Allah belum menaqdirkan hal itu, Sudah tujuh tahun kami menunggu jalan keluar.”
Kemudian kami melanjutkan menyebrangi jalan. Lalu kami pun akan berpisah. Ketika aku hendak
mengucapkan salam perpisahan kepadanya, ia berkata kepadaku, “Hai anakku!, aku dulu juga pernah mengalami apa yang kini kamu alami. Lalu aku terus menerus berdo’a di setiap kali shalat:
رَبِّ لاَ تَذَرْنِي فَرْدًا وَ أَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِيْنَ
“Ya Rabbku! Janganlah Engkau biarkan aku sendiri, Engkaulah sebaik-baik yang mewarisi.”
Alhamdulillah, sekarang aku memiliki tujuh orang anak. Lalu dia mengenggam tanganku seraya berkata, “Jangan lupa berdo’a!”
Aku benar-benar membutuhkan nasehat itu. Aku telah mendapatkan sesuatu yang hilang. Kukabarkan apa ynag kualami tadi kepada isteriku. Selanjutnya perbincangan kami bertambah hangat.
Mengapa kita tidak pernahberdo’a? Segala macam cara telah kita coba. Dan setiap dokter yang kita dengar, pasti kita ketuk pintunya. Maka, kenapa kita tidak mengetuk pintu Allah? Sedangkan Dia Maha Luas dan Maha dekat pintu-Nya.
Isteriku jadi ingat bahwa ia pernah dinasehati oleh seorang wanita tua, “Hendaknya kamu melazimi do’a!”
Namun, kata isteriku, waktu itu kami sedang memiliki jadwal konsultasi yang padat dengan beberapa orang dokter. Karena seringnya kami berkonsultasi, hal ini menjadi hal ynag biasa-biasa saja bagi kami. Tidak ada rasa cemas dan gelisah. Dan konsultasi itu pun terasa hambar.
Kami hanya mencari pengobatan yang terbatas saja. Satu faktor dari beberapa faktor.
Sekarang, kami menghadapkan wajah kami kepada Allah dengan sepenuh hati. Di setiap shalat fardlu dan di pertengahan malam. Kami memilih waktu-waktu yang mustajab.
Alhamdulillah, ini bukan angan-angan kosong. Dan do’a kami pun tidak ditolak. Allah telah membuka pintu pengabulan. Isteriku hamil dan melahirkan seorang anak.
Maha Suci Allah, sebaik-baik Pencipta
Kami tidak berhenti sekedar senang dan bahagia
Namun sekarang, kami senantiasa melafadzkan do’a:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَ ذُرِّيَّتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
“Wahai Rabb kami, karunialah kepada kami dari isteri-isteri kami dan anak-anak kami sebgai penyejuk pandangan kami. Dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa!”
Komentar
Posting Komentar