Anakpondok.com - Di bulan Ramadhan ini setiap muslim memiliki kewajiban untuk menjalankan puasa dengan menahan lapar dan dahaga mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari. Namun ada di antara kaum muslimin yang melakukan puasa, dia tidaklah mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja yang menghinggapi tenggorokannya.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu selain lapar dan haus.” Artinya, puasanya tidak bernilai apa-apa. Tidak ada pahala, hikmah, dan manfaat yang didapatkannya selain lapar dan haus yang dirasakannya saja.
Kenapa hal itu bisa terjadi? Orang yang berpuasa bisa saja sangat berhati-hati dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa, tapi tidak berhati-hati dari hal yang bisa membatalkan pahala puasanya. Ia tidak makan dan tidak minum, tapi aktivitas-aktivitasnya masih tidak terkontrol. Lisannya tidak terjaga, meskipun sedang berpuasa tetap saja ghibah/menggunjing, fitnah/menuduh, dan kadzib/berdusta.
Dan diantara aktifitas yang dapat membatalkan pahala puasa adalah Ikhtilat/ bercampur-baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.” [QS Al Ahzab: 53]
Ayat di tersebut meskipun teksnya berkaitan dengan para sahabat dan istri Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam , akan tetapi konteksnya berlaku untuk seluruh kaum muslimin.
Dan Allah ta’ala juga berfirman:
“Dan janganlah mereka (wanita beriman) menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengetahui tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya supaya diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (Qs. an-Nur: 31)
Dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam talah mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya kita bergaul dengan wanita yang bukan mahram.
Dari Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:
سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن نظر الفجاءة، فأمرني أن أصرف بصري
سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن نظر الفجاءة، فأمرني أن أصرف بصري
“Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan mata yang tidak disengaja. Beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.” [HR Muslim (2159)]
Dalil lainnya adalah hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma. Dia berkata:
كَانَ الْفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتْ امْرَأَةٌ مِنْ خَشْعَمَ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ وَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الْآخَرِ
كَانَ الْفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتْ امْرَأَةٌ مِنْ خَشْعَمَ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ وَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الْآخَرِ
“Fadhl bin Abbas pernah berboncengan bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu datanglah seorang wanita dari Khasy’am (ingin bertemu dan bertanya kepada Rasulullah). Lantas Fadhl memandang wanita tersebut dan wanita itupun memandang kepadanya. Lalu Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam memalingkan wajah Fadhl ke arah yang lain.” [HR Al Bukhari (1513) dan Muslim (1334).]
Dari Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:
سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن نظر الفجاءة، فأمرني أن أصرف بصري
سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن نظر الفجاءة، فأمرني أن أصرف بصري
“Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan mata yang tidak disengaja. Beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.” [HR Muslim (2159)]
Dalil lainnya adalah hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma. Dia berkata:
كَانَ الْفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتْ امْرَأَةٌ مِنْ خَشْعَمَ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ وَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الْآخَرِ
كَانَ الْفَضْلُ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتْ امْرَأَةٌ مِنْ خَشْعَمَ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ وَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الْآخَرِ
“Fadhl bin Abbas pernah berboncengan bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Lalu datanglah seorang wanita dari Khasy’am (ingin bertemu dan bertanya kepada Rasulullah). Lantas Fadhl memandang wanita tersebut dan wanita itupun memandang kepadanya. Lalu Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam memalingkan wajah Fadhl ke arah yang lain.” [HR Al Bukhari (1513) dan Muslim (1334).]
Sungguh Ikhtilat adalah perkara yang diharamkan. Berdasarkan hadits Ma’qil bin Yasar radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لأن يطعن في رأس أحدكم بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له
لأن يطعن في رأس أحدكم بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له
“Kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, adalah lebih baik baginya daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” [HR Ath Thabrani (486). Hadits shahih.]
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata:
لَا وَاللَّهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ غَيْرَ أَنَّهُ بَايَعَهُنَّ بِالْكَلَامِ
لَا وَاللَّهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ غَيْرَ أَنَّهُ بَايَعَهُنَّ بِالْكَلَامِ
“Tidak, demi Allah! Tangan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah sama sekali menyentuh tangan seorang wanitapun, akan tetapi beliau membai’at mereka dengan ucapan saja.” [HR Al Bukhari (5288) dan Muslim (1866)]
Sahabat, Akankah puasa kita diterima oleh Allah ta’ala disaat kita melanggar/ bermaksiat kepadanya? padahal Allah akan melipat gandakan setiapa pahala amalan pada bulan ramadhan dan Allah sendiri yang akan membalas pahala orang yang berpuasa. akankah kita termasuk golongan yang merugi? (radio Tamhid / Anakpondok.com)
Komentar
Posting Komentar